Jakarta, CNN Indonesia
--
Di era millennium seperti saat ini, optik menjadi
sesuatu ilmu yang penting dalam kehidupan manusia. Dalam perjalannya,
bagian dari ilmu sains ini memberikan keuntungan bagi fotografi,
internet (fiber optik) hingga satelit mata-mata. Membicarakan
optik, maka tak bisa dilepaskan dari seorang ilmuwan muslim bernama Abu
Ali al-Hasan ibnu al-Hasan ibnu al-Haytham atau Ibnu al-Haytham saja, di
dunia barat dia dipanggil Alhazen. Ibn al-Haytham seorang
ilmuwan besar yang salah satu jurnalnya Kitab al-Manazir atau Buku Optik
diakui sebagai rujukan ilmu optik. Maka tak mengherankan dia pun
dijuluki Bapak Optik. "Al-Haytham tak bisa dipungkiri merupakan
figur paling signifikan dalam sejarah optik di masa lalu dan abad
ketujuh belas," kata sejarahwan sains David Lindberg, yang dikutip dari
Science News. Dia menambahkan selain memberikan kontribusi besar
untuk optik, namun Ibnu al-Haytham adalah salah satu karakter berbeda
dalam sejarah ilmu pengetahuan abad pertengahan.
Lahir di Basra,
yang sekarang menjadi di Irak, dia menguasai pemikiran-pemikiran dari
filsuf dan ilmuwan Yunani seperti Arsitoteles, Plato, Ptotelmy,
Archimedes, Galen, dan banyak lainnya. Sehingga dia memang layak
disebut filsuf, matematikawan dan astronom. Apalagi diperkiraan lebih
dari 200 buku tentang berbagai aspek alam telah dibuatnya. Namun memang
ilmu optik yang membuat dirinya menjadi terkenal. Di dalam Kitab
Al-Manazir, dia adalah ilmuwan pertama yang mampu menjelaskan bagaimana
cara kerja optik dalam mata manusia dalam menangkap dan menerima gambar
secara visual secara detil. Dalam menulis buku Optik ini Ibn
al-Haytham memang banyak terpengaruh dari Arsitotels, khususnya visi
yang melibatkan penerimaan gambar eksternal. Aristoteles sendiri
menunjukkan bahwa masuk akal untuk menganggap bahwa mata bisa
memancarkan sinar yang mampu menjangkau semua bintang-bintang jauh. Tapi
Ibn al-Haytham tidak berhenti dengan penjelasan Arsiitoles tersebut.
Dia juga harus menjelaskan mengapa citra, katakanlah, gunung, bisa muat
dalam bola mata manusia yang relatif kecil.
Dalam hal itu,
Euclid dan Ptolemy telah mendeskripsi geometris-matematis rumit tentang
bagaimana sinar dari mata bisa membuat kerucut visual yang mampu
mencakup gambar dari objek yang dirasakan mata. Ibn al-Haytham
melihat bagaimana matematika yang bisa diterapkan untuk "sinar imajiner"
melewati ke mata dari berbagai titik pada objek yang dirasakan. Dengan
kata lain, geometri yang extramission pendukung telah diterapkan pada
sinar yang dipancarkan seharusnya merupakan penerimaan cahaya berbalik
untuk menggambarkan mekanisme di balik sinar yang diterima cahaya. Menggabungkan
pemahaman ini dengan pengetahuan (melalui Galen) fisiologi mata, Ibn
al-Haytham menjelaskan proses visual (mencatat pentingnya lensa) dan
bagaimana mengirim gambar ke otak. "Komitmen al-Haytham untuk
teori visi yang menggabungkan fisik, fisiologis dan matematika telah
menentukan ruang lingkup dan tujuan teori optik dari zamannya hingga
saat ini," tulis Lindberg.
Organisasi Persatuan Bangsa-Bangsa
(PBB) telah menetapkan Tahun Internasional untuk Cahaya. Seperti
dikatakan Seketaris Jendral PBB Ban Kin-Moon bahwa cahaya memiliki
peranan penting dalam kehidupan manusia.
sumber: http://www.cnnindonesia.com/teknologi/20150225111438-199-34692/ibnu-al-haytham-tokoh-islam-yang-disebut-bapak-optik/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar