Sabtu, 14 Maret 2015

Radiasi Elektromagnetik

Tingkat di mana obyek memancarkan energi sebanding dengan pangkat empat suhu mutlaknya. Dikenal sebagai Hukum Stefan, perilaku ini dinyatakan dalam bentuk persamaan sebagai
P =σAeT4                                                                                                                           (20.19)
di mana P adalah daya (dalam watt) gelombang elektromagnetik yang dipancarkan dari permukaan objek, σ adalah konstanta sebesar 5,669 6 X 10-8 W/m2.K4. A adalah luas permukaan obyek dalam meter persegi, e adalah emisivitas, dan T adalah suhu permukaan dalam kelvin. Nilai e dapat bervariasi antara nol dan kesatuan tergantung pada sifat dari permukaan objek. Emisivitas sama dengan absorptivity (daya serap), yang merupakan bagian kecil dari radiasi yang masuk, permukaan tersebut menyerapnya. Sebuah cermin memiliki daya serap yang sangat rendah karena memantulkan hampir semua cahaya datang. Oleh karena itu, permukaan cermin juga memiliki emisivitas yang sangat rendah. Namun di sisi lain, permukaan hitam memiliki absorptivitas tinggi dan emisivitas tinggi. Penyerap yang ideal didefinisikan sebagai objek yang menyerap semua energi yang datang di atasnya, dan untuk benda seperti ini, e = 1. Sebuah benda yang  memiliki nilai e = 1 sering disebut sebagai benda hitam. Kita akan menyelidiki pendekatan eksperimental dan teoritis untuk radiasi dari benda hitam dalam Bab 40.
Setiap detik, sekitar 1 370 J radiasi elektromagnetik dari Matahari melewati tegak lurus  setiap 1 m2 di bagian atas atmosfer bumi. Radiasi ini terutama terdiri atas cahaya tampak dan inframerah disertai dengan sejumlah besar radiasi ultraviolet. Kita akan mempelajari jenis radiasi secara rinci dalam Bab 34. Energi yang cukup samapai di permukaan bumi setiap hari untuk menyediakan semua kebutuhan energi kita di planet ini ratusan kali lipat, jika hanya bisa ditangkap dan digunakan secara efisien. Pertumbuhan jumlah rumah yang sumber energinya  dari tenaga surya dibangun di Amerika Serikat mencerminkan meningkatnya upaya yang dilakukan untuk menggunakan energi yang melimpah.
Apa yang terjadi dengan suhu atmosfer di malam hari adalah contoh lain dari efek transfer energi oleh radiasi. Jika ada awan di atas bumi, uap air di awan menyerap sebagian radiasi infra merah yang dipancarkan oleh bumi dan memancarkannya kembali ke permukaan. Akibatnya, tingkat suhu di permukaan tetap sedang. Dengan tidak adanya awan ini yang menutupi, ada jalan yang kurang untuk mencegah radiasi ini lepas ke angkasa, sehingga suhu lebih menurun pada malam yang cerah dari pada malam yang berawan.
Ketika sebuah obyek memancarkan energi pada tingkat yang diberikan oleh Persamaan 20.19, juga menyerap radiasi elektromagnetik dari lingkungan, yang terdiri dari benda-benda lain yang memancarkan energi. Jika proses yang terakhir tidak terjadi, obyek akhirnya akan memancarkan semua energi dan suhu akan mencapai nol mutlak. Jika suatu benda berada pada suhu T dan sekitarnya berada pada suhu rata-rata T0, total tingkat energi yang diperoleh atau hilang oleh obyek sebagai akibat dari radiasi adalah
Pnet= σAe (T4- T04)                                                                                 (20.20)

Ketika sebuah benda berada dalam kesetimbangan dengan lingkungannya, ia memancarkan dan menyerap energi pada tingkat yang sama dan suhu tetap konstan. Ketika sebuah benda lebih panas dari sekitarnya, ia memancarkan energi yang lebih kemudian menyerap dan suhunya menurun.

The Dewar Flask
The Dewar flask (Termos Dewar) adalah wadah yang dirancang untuk meminimalkan transfer energi dengan konduksi, konveksi, dan radiasi. Wadah tersebut digunakan untuk menyimpan cairan dingin atau panas untuk jangka waktu yang lama. (Sebuah botol terisolasi, seperti termos, adalah setara rumah tangga biasa dari termos.Dewar) Standar konstruksi (Gambar 20.17) terdiri dari sebuah bejana gelas Pyrex berdinding ganda dengan dinding perak. Ruang antara dinding dievakuasi untuk meminimalkan transfer energi secara konduksi dan konveksi. Permukaan perak meminimalkan transfer energi oleh radiasi karena perak reflektor yang sangat baik dan memiliki emisivitas yang sangat rendah. Penurunan lebih lanjut dalam hal kehilangan energi diperoleh dengan mengurangi ukuran leher. Termos Dewar biasanya digunakan untuk menyimpan nitrogen cair (titik didih 77 K) dan oksigen cair (titik didih 90 K).
termos dewar, the dewar flask
Untuk membatasi helium cair (titik didih 4.2 K), yang memiliki kaloruap yang sangat rendah, ia sering kali perlu untuk menggunakan sistem Dewar ganda di mana labu Dewar berisi cairan ini dikelilingi oleh termos Dewar kedua. Ruang antara dua termos diisi dengan nitrogen cair.
Desain baru dari wadah penyimpanan menggunakan "super isolasi" yang terdiri dari banyak lapisan yang mencerminkan materi dipisahkan oleh fiberglass. Semua bahan ini dalam ruang hampa, dan tidak ada nitrogen cair diperlukan dengan desain ini (Serway, 588-589 : 2010).

Penguraian Air dengan Gelombang Radio

 

Pepatah lama yang mengatakan bahwa air adalah lawannya api mungkin sudah tidak relevan lagi digunakan pada jaman modern sekarang. Hal ini secara tidak sengaja ditemukan oleh seorang peneliti dari USA yang bernama John Kanizius.
Dalam tulisannya yang berjudul “Observations of polarised RF radiation catalysis of dissociation of H2O-NaCl solutions”, Kanizius mengatakan bahwa, larutan garam (H2O-NaCl dengan konsentrasi 1 – 30%) akan menghasilkan gas hidrogen dan oksigen yang dapat menimbulkan nyala api, ketika dikenai gelombang radio sebesar 13,56 MHz pada suhu kamar. Gambar muka adalah nyala api yang ditimbulkan oleh larutan 0.3% NaCl.
Temuan spektekuler ini sempat menjadi kontroversi di kalangan ilmuan USA karena isu ini berkembang secara meluas sebagai teknik yang cukup efisien untuk memecah air menjadi komponen-komponennya. Dengan kata lain, teknik ini cukup efisien untuk memecah air menjadi hidrogen yang kemudian bisa digunakan sebagai energi alternatif pengganti fossil fuel. Untuk membuktikan hasil penemuannya, Kanizius kemudian diminta memverifikasi hasil temuannya tersebut oleh salah satu Profesor dari Penn State University, Prof. Rustum Roy. Hasil verifikasi yang mereka lakukan adalah bahwa ternyata benar bahwa gelombang radio dengan keberadaan garam NaCl dapat menyebabkan pemecahan molekul air menjadi hidrogen dan oksigen. Dia menyimpulkan bahwa campuran gas hidrogen dan oksigen dari air serta udara sekitar lah yang menyebabkan terciptanya nyala api. Namun, dari hasil verifikasi tersebut, John Kanzius juga tidak pernah mengklaim bahwa penemuannya adalah proses yang efisien secara energi untuk memecah air. Serta memastikan bahwa ini merupakan suatu fenomena baru.
Dibuktikan bahwa tinggi nyala api yang dihasilkan bekisar antara 4-5 inci pada larutan dengan konsentrasi NaCl yang cukup tinggi. Hal ini terjadi secara spontan setelah gelombang radio diaplikasikan kepada sistem. Namun sebaliknya, apabila gelombang radio dipadamkan, nyala api akan padam pula. Kanizius mengatakan bahwa kunci dari fenomena ini adalah penggunaan radiasi elektromagnetik lemah untuk mendisosiasi air menjadi hidrogen dan oksigen. Selain itu, spektral raman dari larutan garam menunjukkan bahwa adanya perubahan struktural pada struktur air yang terjadi sebelum dan sesudah pembakaran dilakukan.
Sumber:
Observations of polarised RF radiation catalysis of dissociation of H2O-NaCl solutions
Authors: Roy, R.; Rao, M.L.; Kanzius, J.
Source: Materials Research Innovations, Volume 12, Number 1, March 2008 , pp. 3-6(4)

Laser Semikonduktor Terkecil di Dunia

laser 

Para peneliti pada Universitas California, Berkeley, telah memperoleh suatu tonggak sejarah dalam fisika laser dengan menciptakan laser semikonduktor terkecil di dunia dan sanggup menghasilkan cahaya yang dapat terlihat di ruang angkasa dari pada suatu molekul protein tunggal.
Terobosan ini, yang dijelaskan lebih lanjut pada publikasi online jurnal Nature pada tanggal 30 Agustus, membuat dasar baru dalam bidang optik. Tim UC Berkeley tidak hanya saja berhasil menekan cahaya pada suatu rung yang sempit, tetapi juga menemukan cara baru menjaga energi cahaya tersebut dari menghamburnya saat bergerak, dengan demikian memperoleh aksi laser tersebut.
“Pekerjaan ini memecahkan dugaan tradisional tentang batasan laser, dan membuat keuntungan besar terhadap aplikasi dalam biomedikal, bidang komunikasi dan komputer,” kata Xiang Zhang, profesor teknik mesin dan direktur Nanoscale Science and Engineering Center di UC Berkeley, yang didanai oleh National Science Foundation (NSF), dan kepala tim penelitian dibalik pekerjaan ini.
Pencapaian ini mampu membantu mengembangkan suatu inovasi seperti nanolaser yang dapat menyelidiki, memanupulasi dan mengkarateristikkan molekul – molekul DNA; komunikasi berbasis optik beberapa kali lebih cepat dari pada teknologi sekarang ini; dan komputer optikal dimana cahaya menggantikan rangkaian elektronik menyesuaikan dengan kecepatan lompatan dan tenaga pemrosesan.
Sementara hal ini secara tradisional dapat diterima bahwasannya suatu gelombang elektromagnetis – meliputi sinar laser – tidak dapat terfokus melampaui ukuran dari setengahnya panjang gelombang ini, tim peneliti di seluruh dunia telah menemukan suatu cara untuk mengkompres cahaya dibawah lusinan nanometer dengan menyatukannya pada elektron – elektron yang mana secara kolektif  bergerak kesana kemari pada permukaan metal. Interaksi antara cahay dan electron – electron yang bergerak dikenal dengan surface plasmons.
Para ilmuwan telah berlomba – lomba untuk membangun laser surface plasmon yang dapat bertahan dan menggunakan eksitasi optikal yang teramat kecil tersebut. Bagaimanapun, sifat resistansi However, pada metal menyebabkan surface plasmons tersebut berhamburan hampir sesegera mungkin setelah dihasilkan dan memiliki suatu tantangan kritis dalam memperoleh penambah dari medan elektromagnetis yang diperlukan untuk melaserkannya.
Zhang dan tim penelitinya mengambil pendekatan baru  untuk membendung hilangnya energyi cahaya dengan memasangkan cadmium sulfide nanowire – 1.000 kali lebih kecil dari pada rambut manusia – dengan suatu permukaan perak yang dipisahkan oleh gap pembatas yang hanya 5 nanometer, ukuran dari suatu molekul protein tunggal. Pada struktur ini, daerah gap tersebut menyimpan cahaya didalam suatu area yang 20 kali lebih kecil dari pada panjang gelombangnya. Karena energi cahaya sebagian besar disimpan pada gap non-metalik yang kecil maka kehilangannya dapat secara signifikan dapat ditekan.
Dengan akhir kehilangan dibawah pengawasan hingga keunikannya ini, desain “hybrid”, para peneliti  kemudian dapat bekerja pada pengampifikasian cahaya.
“Saat anda bekerja pada suatu skala yang kecil, anda tidak memiliki banyak ruang untuk bermain – main,” kata Rupert Oulton, rekanan peneliti di laboratorium Zhang yang pertama kali menteorikan pendekatan ini tahun lalu dan pemimpin penulis studi ini. “Dalam desain kami, nanowire berperan sebagai kedua mekanisme pembatasan dan suatu amplifier. Ini membutuhkan kerja ganda.”
Menjebak dan mendukung cahaya dalam ruang yang sempit menciptakan suatu keadaan ekstrem  yang mana interaksi cahaya dan bahannya sangatlah kuat diubah, penjelasan penulis studi ini. Suatu kenaikkan dalam tingkat emisi cahaya yang spontan merupakan tanda penunjuk dari interaksi berubah ini; dalam studi ini, para peniliti memperkirakan kenaikan enam kali lipat pada tingkat emisi cahaya yang spontan pada ukuran gap 5 nanometer.
Baru – baru ini, para peneliti dari Universitas Norfolk State melaporkan bahwa aksi pelaseran bidang emas pada suatu celupan yang terisi, semacam kerangka kaca yang terbenam pada suatu larutan. Celupan ganda pada bidang emas dapat menghasilkan surface plasmons saat terekspos cahaya.
Para peneliti UC Berkeley menggunakan bahan semikonduktor dan teknologi fabrikasi yang umumnya  dipergunakan pada pabrikan elektronik modern. Dengan rekayasa hybrid surface plasmons dalam gap tersebut antara semikonduktor dan metal, mereka mampu untuk menahan cukup lama kuatnya cahaya yang terbatas dimana osilasinya distabilkan kedalam keadaan koheren yang merupakan kunci penting dari karakteristik suatu laser.
“Apa yang menggembirakan khususnya tentang laser plasmonic yang kita demonstrasikan disini adalah bahwa mereka solid dan sangat kompatibel dengan pabrikasi semikonduktor, sehinggan mereka mampu dipompa secara elektrik dan secara penuh terintegrasi pada skala chip,” kata Volker Sorger, seorang mahasiswa Ph.D. student dilaboratorium Zhang pimpinan penulis studi ini.
“Laser plasmon mewakili golongan penggiat dari sumber – sumber cahaya koheren yang mampu pada pembatasan sangat kecil secara ekstrim,” kata Zhang. “Pekerjaan ini dapat menjembatani dunia elektronik dan optic pada panjang skala molekuar sesungguhnya
Para ilmuwan pada akhirnya berharap  menyusutkan cahaya pada ukuran panjang gelombang electron, yang mana sekitar nanometer, atau sepermilyar meter, sehingga keduanya dapat bekerja bersama – sama pada kedudukan sejajar.
“Keuntungan optic – optic pada bidang elektronik sangatlah banyak,” tambah Thomas Zentgraf, seorang mahasiswa post-doctoral di laboratorium  Zhang dan pimpinan penulis lain dari makalah Nature. “Suatu contoh, peralatan akan lebih bertenaga dan efisien pada waktu bersamaan mereka memberikan kenaikan kecepatan atau bandwidth.”

sumber: http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/kimia_fisika/laser-semikonduktor-terkecil-di-dunia/

Menekan Cahaya Hingga pada Ruang yang Lebih Sempit

ruang cahaya

Para peneliti pada Universitas Institute for Photonics & Advanced Sensing (IPAS) telah menemukan bahwa cahaya didalam fiber optik dapat ditekan ke dalam ruang yang lebih sempit lagi yang mana sebelumnya dianggap mungkin. Fiber optic biasanya berperan sebagai pipa bagi cahaya, dengan cahaya yang memantul dalam pipa tersebut. Sebagaimana anda menyusutkan ukuran fiber tersebut maka cahaya menjadi lebih dan lebih terbatas, sampai anda mencapai batas akhir – titik dimana cahaya tidak dapat ditekan ke dalam bentuk yang terkecil.
Batas akhir ini muncul saat untaian kaca hanya bediameter mendekati seratus nanometer, sekitar sepeeribu ukuran dari rambut manusia. Jika anda meneruskan sampai ukuran terkecil dari ini maka cahaya mulai tersebar kembali. Para peneliti di Adelaide telah menemukan bahwa mereka dapat menekan melampaui batasan tersebut dengan setidaknya dua faktor. Mereka dapat melakukan hal ini dikarenakan terobosan baru dalam pemahaman teoritikal tentang bagaimana cahaya berperilaku pada skala nano, dan bersyukur kepada penggunaan generasi skala nano pada fiber optik yang sedang dikembangkan di Institut ini. Penemuan ini diharapkan menuntun pada lebih efisiennya peralatan bagi pemrosesan data optic di bidang jaringan pertelekomunikasian dan perkomputeran optik dan sama halnya dengan sumber cahaya baru.
Rekan peneliti dari IPAS yaitu Dr Shahraam Afshar telah membuat penemuan ini selangkah ke depan pada saat peluncuran sekarang ini di institut baru Institute for Photonics & Advanced Sensing. Pemerintahan Australia yaitu Pemerintah Australia Selatan bidang Defence Science & Technology Organisation (DSTO), Defence SA dan Universitas Adelaide telah berkomitmen untuk berkombinasi total dengan lebih dari $38 juta unutk mendukung pembangunan institut baru ini. IPAS merupakan pemimpin dunia di bidang ilmu dan aplikasi cahaya, yang mengembangkan sinar laser unik, fiber optik dan beberapa sensor untuk mengukur berbagai macam aspek di dunia sekitar kita. Fokus yang kuat dari institute baru ini adalah berkolaborasi dengan bidang penelitian lainnya untuk menemukan solusi bagi berbagai bidang permasalahan.
“Dengan kemampuan menggunakan fiber optic kami sebagai sensor – ketimbang hanya menggunakan mereka sebagai pipa untuk mengirimkan cahaya – kami dapat mengembangkan peralatan, sebagai contoh dapat dengan mudah mendeteksi keberadaan virus flu di bandara; dapat membantu para spesialis IVF (fertilisasi buatan/in vitro) untk menentukan telur mana yang harus dipilih untuk fertilisasi; dapat memperkirakan keamanan air minum; atau dapat mengingatkan tim pemeliharaan akan adanya karatan yang muncul di struktur pesawat terbang,” kata Professor Tanya Monro, Federation Fellow di Universitas Adelaide dan Direktur IPAS.
Professor Monro mengatakan bahwa temuan Dr Afshar merupakan “suatu terobosan fundamental dalam ilmu cahaya “. Peneliti IPAS lainnya yaitu Dr Yinlan Ruan baru – baru ini telah menciptakan apa yang dianggap sebagai lubang terkecil di dunia di dalam fiber optik – hanya berdiameter 25 nanometer.
“Terobosan ini berkaitan langsung dengan pekerjaan yang kita lakukan untuk mengembangkan sensor berskala nanodan mereka adalah contoh yang sempurna dari budaya keungulan penelitian yang berada pada anggota tim kami,” jelas Professor Monro.
“Mereka memudahkan kita ntuk memelajari aplikasi cahaya pada skala yang lebih kecil yang mana kita pernah anggap mungkin. Hal ni akan membantu kita untuk memeahami dengan baik dan menyelidiki  dunia kita bahkan pada dimensi yang teramat kecil.”

Kamis, 12 Maret 2015

Vivanco Sajikan Solusi Kabel Serat Optik Berkualitas

Karunia Widjaya, Direktur PT AIMS (kiri) dan Eric Lie dari Psiber Data 
Makin besarnya aktivitas yang melibatkan trafik data yang tinggi membuat bisnis fiber optic memiliki peluang besar di tanah air. Vivanco pun menawarkan solusi yang menyeluruh. Perusahaan asal Jerman yang berdiri sejak tahun 1920 ini melihat bahwa kebutuhan sistem kabel data di tanah air masih cukup tinggi namun infrastrukturnya banyak yang belum sempurna. “Umumnya instalasi serat optik di kota-kota besar di Indonesia terbilang mengganggu pengguna jalan karena membuat bahu jalanan rusak. Sistem yang kami tawarkan salah satunya adalah meminimalkan hal tersebut,” jelas Karunia Widjaya, Direktur PT Adi Inti Mandiri Solusi (AIMS) yang ditunjuk oleh Vivanco sebagai distributor utama. Lebih lanjut Karunia juga memaparkan bahwa kabel serat optik dari Vivanco hanya berukuran 5,5mm yang bahkan mampu menampung hingga 72 core. Mereka pun merancang lapisan pelindung berbasis PE yang kuat untuk menjamin ketahanan dan kekuatan kabel ukuran kecil tersebut. Kabel dengan modul pelindung (conduit) yang ramping ini hanya memerlukan galian lubang yang kecil untuk penanamannya sehingga mencegah kerusakan jalan dan juga mempermudah penutupannya. Sistem conduit yang ramping ini dapat dimanfaatkan berbagai operator untuk memanfaatkan jalur serat optik yang dikelola pemerintah daerah setempat. Biaya instalasi dan operasional pun jadi lebih hemat. Structure Cabling System yang ditawarkan Vivanco ini diklaim lebih unggul dan menghadirkan layanan menyeluruh (end-to-end) untuk kebutuhan akan jaringan data, telepon, suara hingga rack. Vivanco pun menawarkan solusi pendinginan data center yang lebih optimal dengan struktur pendinginan dari arah bawah (floor). Mereka pun berani memberi jaminan purnajual hingga 25 tahun. Guna mendukung sistem kabelnya ini, Vivanco juga memproduksi kabel sendiri yang memiliki kualitas lebih tinggi dibandingkan kabel jaringan umumnya. Kabel ini pun dibungkus pelindung dengan material ramah lingkungan yang lebih aman bagi makhluk hidup.
Dalam pengenalan solusi cabling-nya, Vivanco bersama Psiber turut memperkenalkan perangkat penguji kabel jaringan WireXpert yang tahan banting dan air. Modul yang mampu mengetahui apakah sebuah kabel jaringan memiliki kualitas bagus atau buruk ini mampu menangani hingga standar tertinggi CAT8 yang memungkinkan arus data hingga 40 gigabit (40GBase-T) dengan frekuensi hingga 2,5GHz. Vivanco pun membuktikan kabel produksi mereka mencapai nilai tinggi melalui tes dengan WireXpert.
Meski termasuk pionir dalam pasar komersial, Vivanco berharap meraih pasar minimal 10% dalam 3 tahun. Mereka pun optimis dengan pertumbuhan segmen Big Data yang cukup tinggi di Indonesia sehingga memudahkan Vivanco menawarkan solusi ke pemerintahan, rumah sakit, properti, dan lainnya yang membutuhkan sistem kabel menyeluruh.

sumber: http://www.infokomputer.com/2014/09/berita/berita-reguler/vivanco-sajikan-solusi-kabel-serat-fiber-berkualitas/

Helm Canggih yang Dilengkapi dengan LED

Sebagian besar orang berpendapat, bahwasannya helm hanya berfungsi sebagai pelindung kepala disaat sedang mengendarai sepeda motor. Akan tetapi, kini kegunaan helm tidak hanya untuk pelindung kepala saja, ada banyak fungsi yang ditawarkan oleh helm-helm modern.
Hel bertehnologi canggih
Seperti yang dikabarkan oleh situs Autovolution pada hari sabtu, tanggal 21 Februari 2015. Bahwasannya, sebuah perusahaan Nand Logic tengah mengembangkan desain helm terbaru yang kaya akan teknologi canggih. Desain helmnyapun lain daripada yang lain, yaitu agak lancip dibagian belakangnya, mirip dengan helem yang biasa dipakai oleh para pembalap sepeda. Bentuk tersebut dipilih karena dianggap dapat mengurangi kendala angin, sehingga leher pengendaranya tidak mudah merasa pegal. Kemudian, pada bagian depannya juga dapat dibuka, sehingga menjadi bentuk half-face. Tentunya tidak ketinggalan kaca pelindung mata supaya dapat mengurangi teriknya sinar matahari yang dipasang dibagian belakang kaca utama helm.
Bukan hanya itu saja, keunggulan utama helm tersebut terletak pada teknologi yang ada padanya. Anda penasaran seperti apa teknologi tercanggih yang digunakan pada helm tersebut? Berikut ini akan diuraikan lebih lanjut;
1. Lampu bagian depan, bagian samping dan bagian belakang helm
Pada lampu tersebut telah diterapkan teknologi LED. Lampu depan, berfungsi sebagai penambah penerangan, sedangkan untuk lampu bagian samping akan menyala apabila si pengendara hendak berbelok.
2. Dilengkapi dengan sensor, mulai dari suhu akselerasi. Sensor percepatan tersebut, terhubung dengan lampu bagian belakang helm. Dan akan menyala apabila si pengendara melakukan pengereman. Kemudian, pada kondisi darurat, seperti pengereman mendadak, maka lampu belakang tersebut akan berkedip dengan cepat, sebagai sinyal bagi pengendara jalan yang lain (yang berada dibelakangnya) supaya menjaga jarak.
3. Dilengkapi dengan dua buah kamere
Helem ini juga dilengkapi dengan dua buah kamera, yang satu di depan dan yang satunya lagi dibelakang. Fungsi dari kamera tersebut untuk memantau situasi lalulintas. Selain itu, kamera tersebut juga memiliki sistem komputer, kamera dapat mendetaksi adanya bahaya, contohnya seperti akan ada kendaraan lain yang memotong jalan, serta memberitahu si pengguna helm melalui pengeras suara.
4. Dilengkapi dengan sistem Audio.
Sistem ini dirancang khusus untuk kenyamanan pengguna. Sistem Audio ini dapat mendeteksi suara sirine atau klakson. Sistem tersebut memiliki komputer sendiri, juga dapat dihubungkan dengan beragam gadget, seperti ponsel atau GPS.
5. Teknologi terahir pada helm, adalah adanya kipas angin kecil di bagian dalam helm. Kipas tersebut akan dapat berfungsi waktu suhu yang dideteksi melalui sensor dan kelembaban.
Bagaiman, Anda tertarik untuk memilikinya? Akan tetapi, sayangnya Nand Logic belum mengumumkan, berapa harga yang dibandrol untuk dapat memiliki helm tersebut. Akan tetapi, mereka memastikan bahwa harga helm tidak lebih dari US$500.

sumber: http://www.teknofun.net/2015/03/10/telah-hadir-helm-tercanggih-di-tahun-2015/3459/

Sinar-X

Sinar-X atau sinar Röntgen adalah salah satu bentuk dari radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang berkisar antara 10 nanometer ke 100 pikometer (mirip dengan frekuensi dalam jangka 30 PHz to 60 EHz). Sinar-X umumnya digunakan dalam diagnosis gambar medis dan Kristalografi sinar-X. Sinar-X adalah bentuk dari radiasi ion dan dapat berbahaya.
Sinar X dalam Fisika - Sinar X ditemukan pada tanggal 8 November 1895 oleh Wilhelm Conrad Roentgen seorang profesor Fisika dan rektor Universitas Wurzburg di Jerman. Roentgen melakukan penelitian dengan menggunakan tabung sinar katoda. Dinamakan Sinar X karena “X” menyatakan besaran yang tidak diketahui. Atas penemuannya, Roentgen mendapatkan hadiah Nobel yang pertama dalam Fisika pada tahun 1901.


Gambar 1. Tabung Sinar – X
TERJADINYA SINAR-X
1.    Sinar X Karakteristik
Sinar X yang terbentuk melalui proses perpindahan elektron atom dari tingkat energi yang lebih tinggi menuju tingkat energi yang lebih rendah. Sinar X yang terbentuk melalui proses ini mempunyai energi yang sama dengan selisih energi antara kedua tingkat energi elektron tersebut.
2.    Sinar X Bremsstrahlung
Sinar X yang diproduksi dengan jalan menembaki target logam dengan elektron cepat dalam suatu tabung vakum sinar katoda. Elektron sebagai proyektil dihasilkan dari pemanasan filament yang juga berfungsi sebagai katoda. Elektron dari filament dipercepat gerakannya menggunakan tegangan listrik berorde 102 – 106 Volt. Elektron yang bergerak sangat cepat itu akhirnya ditumbukkan ke target logam bernomor atom tinggi dan suhu lelehnya juga tinggi. Target logam ini sekaligus juga berfungsi sebagai anoda. Ketika elektron berenergi tinggi itu menumbuk target logam, maka sinar X akan terpancar dari permukaan logam tersebut. Sinar X yang terbentuk melalui proses ini mempunyai energi maksimal sama dengan energi kinetic elektron oada saat terjadinya perlambatan.
 
BERKAS SINAR-X DAN PEMBENTUKAN CITRA
Berkas sinar-X dalam penyebaranya dari sumber melalui suatu garis yang menyebar ke segala arah kecuali dihentikan oleh bahan penyerap sinar-X. Oleh karena itu, tabung sinar-X ditutup dalam suatu rumah tabung logam yang mampu menghentikan sebagian besar radiasi sinar-X, hanya sinar-X yang berguna dibiarkan keluar dari tabung melalui sebuah jendela/window. Sinar-X adalah foton foton yang mempunyai energi tinggi, karena elektron memancarkan energi maka energy kinetik elektron akan berkurang dan akhirnya akan kehilangan seluruh energi kinetiknya.
Jadi dalam proses ini akan terjadi spectrum kontinyu, spektrum tersebut mempunyai frekuensi cut off (batasan) atau panjang gelombang cut off yang tergantung pada potensial percepatan. Elektron-elektron yang ditembakan akan mengeksitasi elektron dalam atom target. Jika elektron yang ditembakkan cukup besar energinya maka akan mampu melepaskan elektron target dari kulitnya. Kemudian kekosongan kulit yang ditinggalkan elektron akan diisi oleh elektron yang lebih luar dengan memancarkan radiasi. Transisi ini akan menyebabkan sederet baris (garis-garis) spectrum yang dalam notasi sinar- X disebut garis-garis Kα, Kβ, Kγ dan seterusnya.
Pada sistem pencitraan sinar-X diperlukan tegangan tinggi, dengan tujuan agar dapat dihasilkan berkas sinar-X. Untuk itu rangkaian listriknya dirancang sedemikian rupa sehingga tegangan tingginya dapat diatur dengan rentang yang besar yaitu antara 30 Kv sampai 100 kV. Jika kVnya rendah maka sinar- X memiliki gelombang yang panjang sehingga akan mudah diserap oleh atom dari targed (anoda), kemudian disebut sebagai soft x-ray.
Radiasi yang dihasilkan dengan pengaturan tegangan yang cukup tinggi maka akan dihasilkan sinar-X dengan daya tembus yang besar dan panjang gelombang yang pendek. Sinar-X merupakan gelombang elektromagnetik yang dapat menembus suatu bahan, tetapi hanya sinar-X yang mempunyai energi yang tinggi yang dapat menembus bahan yang dilaluinya, selain itu akan diserap oleh bahan tersebut. Sinar-X yang mampu menembus bahan itulah yang akan membentuk gambar atau bayangan.


Gambar 2. Foto Rontgen

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH PADA CITRA
1.    Pengaruh Arus (mA)
Arus akan berpengaruh pada intensitas sinar-X atau derajat terang/brightnees. Dengan peningkatan mA akan menambah intensitas sinar-X dan sebaliknya. Oleh sebab itu derajat terang dapat diatur dengan mengubah mA.
1.    Pengaruh jarak dan waktu pencitraan (exposure)
Di samping arus (mA) jarak dan waktu pencitraan juga berpengaruh pada intensitas. Waktu exposure yang lama juga akan meningkatkan intensitas dari sinar-X. Untuk itu dalam setiap pengoperasian pesawat sinar-X selalu dilakukan pengaturan waktu (S) dan arus (mA) atau biasa disebut dengan mAS yang bergantung pada obyek yang disinari. Jika tabung didekatkan pada obyek maka intensitas akan naik dan hasil gambar jelas dan terang. Sebaliknya jika tabung dijauhkan dari obyek maka intensitas akan menurun. Dari sini dapat disimpulkan bahwa cahaya dan sinar-X merambat dalam pancaran garis lurus yang melebar.
2.    Pengaruh Tegangan (kV)
Tegangan tinggi merupakan daya dorong elektron di dalam tabung dari katoda ke anoda. Supaya dapat menghasilkan sinar-X daya dorong ini harus kuat sehingga mampu menembus obyek. Dengan demikian perubahan kV sangat berpengaruh terhadap daya tembus sinar- X.

2.    Penyerapan Sinar-X
Penyerapan sinar-X oleh suatu bahan tergantung pada tiga faktor sebagai berikut :
1.    Panjang gelombang sinar-X
Jika kV rendah maka akan dihasilkan sinar-X dengan gelombang yang panjang dan sebaliknya dengan kV tinggi maka panjang gelombang sinar-X akan semakin pendek.
2.    Susunan obyek yang terdapat pada alur berkas sinar-X
Penyerapan sinar-X oleh suatu bahan juga tergantung pada susunan obyek yang dilaluinya, sedangkan susunan obyek tergantung pada nomor atom unsur, misalnya nomor atom alumunium lebih rendah dari nomor atom tembaga. Ternyata penyerapan sinar-X alumunium lebih rendah dari penyerapan sinar-X oleh tembaga. Timah hitam mempunyai nomor atom yang besar, maka daya serap terhadap sinar-X juga besar.
3.    Ketebalan dan kerapatan obyek
Bahan yang tebal akan lebih banyak menyerap sinar-X dibanding dengan bahan yang tipis, tentunya pada unsur yang sama. Penyerapan sinar-X oleh tubuh manusia pada proses photo Rontgen dapat dijelaskan sebagai berikut. Tubuh manusia dibentuk oleh unsur-unsur yang sangat komplek. Oleh sebab itu, penyerapan sinar-X oleh tubuh pada proses Rontgen tidak sama, misalnya tulang akan lebih banyak menyerap sinar-X dibanding dengan otot atau daging. Bagian tulang yang sakit atau daging akan lebih besar menyerap sinar-X dibanding kondisi normal. Usia juga akan menjadi penyebab perbedaan penyerapan sinar- X. Tulang orang tua yang telah kekurangan kalsium, maka penyerapan sinar-X akan berkurang dibanding tulang anak muda.

INSTRUMENTASI PESAWAT SINAR-X
Pesawat sinar-X adalah pesawat yang dipakai untuk memproduksi sinar-X. Untuk dapat menghasilkan suatu pencitraan sinar-X diperlukan beberapa instrumetasi yang baku sebagai berikut :
1. Tabung sinar-X
2. Trafo Tegangan Tinggi
3. Instrumentasi control
Instrumentasi kontrol terbagi menjadi 5 modul yaitu :
a. modul Power supplay (Catu daya DC )
b. modul pengatur tegangan (kV)
c. modul pengatur arus (mA)
d. modul pengatur waktu pencitraan (S)
e. modul Kendali sistem
f. catu daya AC dari sumber PLN.
Keadaan fisik dari Sinar X yang menjadi sifat-sifat dari Sinar-X antara lain adalah daya tembusnya besar dengan frekuensi yang tinggi, memiliki berkas sinar yang lurus dan koheren, dalam medan magnet maupun medan listrik tidak dibelokkan karena tidak bermuatan, dapat menghitamkan plat film, dan dapat menyebabakan bahan flouresens berpendar serta Sinar X dalam Fisika termasuk dalam Gelombang Elektromagnetik.Dalam perkembangannya, Sinar X telah banyak dimanfaatkan dalam berbagai bidang kehidupan manusia. Salah satunya adalah penggunaan Sinar X dalam bidang medis yaitu untuk proses foto Roentgen pada organ tertentu tubuh manusia atau terapi, seperti CT Scan untuk tubuh ataupun kepala. Selain itu Sinar X umumnya digunakan dalam diagnosis gambar medikal dan Kristalografi Sinar X.
Tahun 1895 itu Roentgen sendirian melakukan penelitian sinar X dan meneliti sifat-sifatnya. Pada tahun itu juga Roentgen mempublikasikan laporan penelitiannya. Berikut ini adalah sifat-sifat sinar-X:
·         Sinar-X dipancarkan dari tempat yang paling kuat tersinari oleh sinar katoda.
·         Intensitas cahaya yang dihasilkan pelat fotoluminesensi, berbanding terbalik dengan kuadrat jarak antara titik terjadinya sinar-X dengan pelat fotoluminesensi. Meskipun pelat dijauhkan sekitar 2 m, cahaya masih dapat terdeteksi.
·         Sinar-X dapat menembus buku 1000 halaman tetapi hampir seluruhnya terserap oleh timbal setebal 1,5 mm.
 
·       Pelat fotografi sensitif terhadap sinar-X.
·        Ketika tangan terpapari sinar-X di atas pelat fotografi, maka akan tergambar foto tulang tersebut pada pelat fotografi.
·         Lintasan sinar-X tidak dibelokkan oleh medan magnet (daya tembus dan lintasan yang tidak terbelokkan oleh medan magnet merupakan sifat yang membuat sinar-X berbeda dengan sinar katoda).
Sinar X dalam Fisika adalah bentuk dari radiasi ion dan dapat berbahaya.  Tabung Sinar X terdiri dari sebuah tabung hampa yang diberi dua buah elektroda yaitu anoda dan katoda serta filamen pemanas. Katoda yang telah dipanaskan akan melepas elektron-elektron. Akibatnya adanya beda potensial yang di berikan antara anoda dan katoda yang berasal dari sumber tegangan tinggi, maka elektron-elektron dari katoda akan tertarik ke anoda. Pada saat elektron-elektron menumbuk anoda, mereka diperlambat sehingga tenaga kinetiknya berubah menjadi panas dan Gelombang Elektromagnetik, yang tidak lain adalah Sinar X. Peritiwa tersebut sering dinamakan Bremstahlung.
Spektrum Sinar X yang dihasilkan oleh tabung sinar X terdiri atas dua bagian, yaitu bagian yang kontinue akibat gerakan elektron-elektron yang diperlambat dan bagian diskrit (tampak sebagai puncak-puncak spektrum) sebagai akibat elektron-elektron dari katoda ada yang menumbuk elektron atom anoda sehingga terpental meninggalkan lintasannya dan terjadilah kekosongan elektron pada kulit atom anoda tersebut (yang biasanya kebolehjadian paling besar, terjadi pada kulit bagian dalam). Kekosongan pada kulit atom-atom anoda tersebut akan segera diisi oleh elektron-elektron dari kulit sebelah luarnya, yang disertai oleh pancaran tenaga transisi sebagai Sinar X Karakteristik, dimana tenaganya atau panjang gelombangnya bersifat diskrit yang merupakan ciri atau karakter dari bahan anoda tersebut, sehingga biasa pula disebut Sinar X Karakteristik.

Prinsip Kerja Printer Laser

Printer Laser biasanya dipakai untuk mencetak tulisan maupun mencetak gambar pada kertas dengan mengirim data dari komputer. Prinsip ilmiah apakah yang dipakai dalam proses penggunanaan printer laser? Kita akan diskusikan misteri ini pada sesi berikut ini












Prinsip yang dipakai pada printer laser adalah prinsip elektrik statis, permulaannya adalah photoreceptor drum (OPC Drum) diberi muatan positif oleh Primary Charging Roller (PCR), dengan memberikan arus listrik padanya.

Kemudian printer menyorotkan sinar laser yang sangat kecil melewati permukaan photoreceptor drum untuk membentuk image tulisan atau gambar sesuai dengan data yang dikirim oleh komputer, satu garis horizontal pada satu waktu. Sinar laser menyorot kan cahaya pada photoreceptor drum untuk membentuk titik dan mematikan cahaya untuk tempat kosong per halaman. Sinar laser tidak bergerak dengan sendirinya namun sinar laser itu dipantulkan melalui cermin yang bisa bergerak sendiri. Sinar laser ini pasti berhenti pada titik di photoreceptor drum dan membentuk image electrostatic (permukaan drum yang berubah menjadi bermuatan negatif).

Setelah pola image lengkap, toner yang tersimpan di toner hopper (di dalam cartridge) diambil oleh Unit Developer (magnetic sleeve) . Toner yang bermuatan positif melekat pada area photoreceptor drum yang telah membentuk image electrostastik tapi bukan pada area yang bermuatan positif (area yang tidak terkena sinar laser). Lembar kertas (dengan muatan negative yang kuat) bergerak sepanjang sabuk dan roll diatas drum yang telah dibubuhi serbuk toner yang berpola. Kertas mendorong bubuk toner dari drum untuk berpindah melekat pada kertas sehingga pola image berserbuk toner berpindah pada kertas dan siap untuk difinishing pada fuser. Toner yang tidak menempel pada kertas dan masih melekat pada OPC Drum akan dihapus oleh Wiper Blade dan kemudian masuk ke dalam Waste Bin

Fuser (Pemanas)
fuser mengeringkan serbuk toner yang telah berbentuk image pada kertas agar kuat melekat pada kertas. Kemudian kertas yang telah tercetak dikeluarkan menuju tray pengeluaran kertas pada printer.









Laser Scanner Assembly
Laser Scanner biasanya terdiri dari 3 unit bagian :
1. Laser
2. Cermin berputar
3. Lensa
Unit laser menerima data gambar maupun text dari komputer, lalu data tersebut dipancarkan ke drum berupa titik-titik yang membentuk text atau gambar, bertahap secara horizontal pada drum.


Penggunaan Fiber Optik

Akibat perkembangan komunikasi data, pemakaian bandwidth pada backbone jaringan komunikasi data dan internet semakin besar. Sepuluh tahun yang lalu, backbone untuk koneksi data dan internet masih bisa menggunakan Vsat dan kabel tembaga Cat. 5e, namun dewasa ini hal itu akan sangat sulit. Karena perkembangan komunikasi data dan internet telah disertai perkembangan teknologi multi media, yang jelas sekali membutuhkan bandwidth yang sangat besar. Kebutuhan bandwidth yang besar ini hanya bisa dipenuhi dengan media kabel fiber optik (fiber optic). Kabel fiber optik (fiber optic) adalah kabel data jaringan yang dapat mengirim data melalui media cahaya. Dibandingkan dengan jenis kabel lainnya, kabel ini lebih mahal. Namun, fiber optik (fiber optic) memiliki jangkauan yang lebih jauh dari 550 meter sampai ratusan kilometer, tahan terhadap interferensi elektromagnetik dan dapat mengirim data pada kecepatan yang lebih tinggi dari jenis kabel lainnya. Kabel fiber optik (fiber optic) tidak membawa sinyal listrik, seperti kabel lainnya yang menggunakan kabel tembaga. Sebagai gantinya, sinyal yang mewakili bit tersebut diubah ke bentuk cahaya. Hal ini menyebabkan kenapa kabel fiber optik (fiber optic) bebas dari gangguan induk elektromaknetik dan interferensi frekwensi.
Sebagaimana telah diketahui, kabel fiber optik (fiber optic) terdiri dari dua jenis, yang dikenal sebagai single mode dan multi mode. Kabel single mode dapat menjangkau jarak yang lebih jauh dan hanya mengirim satu sinyal pada satu waktu. Kabel multimode mengirim sinyal yang berbeda pada saat yang bersamaan, mengirim data pada sudut refraksi yang berbeda pada saat yang bersamaan, mengirim data pada susut refraksi yang berbeda. Kabel fiber optik (fiber optic) single mode dapat menjangkau ratusan kilometer sedangkan kabel fiber optik (fiber optic) multimode biasanya hanya mencapai 550 meter untuk kecepatan 1000MBps atau kurang.
Konektor kabel fiber optik (fiber optic) terdiri dari beberapa jenis, antara lain konektor model ST yang berbentuk lingkaran dan konektor SC yang berbentuk persegi, juga ada konektor LC dan MTRJ. Penggunaan jenis konektor dan jenis kabel fiber optik (fiber optic) ini harus disesuaikan dengan jenis perangkat hardware yang akan digunakan. Tanpa kecocokan antara jenis konektor kabel fiber optik (fiber optic) dangan jenis kabel fiber optik (fiber optic) yang digunakan, maka dipastikan instalasi jaringan kabel fiber optik ( fiber optic ) tersebut tidak akan berjalan dengan baik dan benar. Disamping kwalitas proses instalasi kabel fiber optik (fiber optic), fo wallmount rack, fo connector, fo  buffer tubing kits, patch cord fo, switch converter yang tepat dan benar, hal lain yang penting juga untuk diperhatikan adalah keaslian produk fiber optik (fiber optic) yang terpasang.

Penemu LED Biru dan Putih

Hiroshi Amano 
Lahir: 11 September 1960 (umur 54) Hamamatsu

Lembaga: Nagoya University

Almamater: Nagoya University

Dikenal untuk:  LED Biru dan putih

Penghargaan: Penghargaan Nobel dalam Fisika (2014)
Hiroshi Amano adalah seorang ahli Fisika di Universitas Nagoya, Jepang yang mendapat Penghargaan Nobel Fisika tahun 2014 bersama Isamu Akasaki dan Shuji Nakamura untuk hasil penemuan mereka dalam menciptakan sinar LED (Light-Emitting Diodes) warna biru yang efisien sebagai dasar dan sumber dari cahaya putih yang sangat terang dan hemat energi.
Amano lahir di Hamamatsu, Jepang pada tanggal 11 September 1960. Ia menerima gelar BE , ME dan DE pada tahun 1983, 1985 dan 1989, masing-masing, dari Nagoya University. Dari tahun 1988 sampai 1992, ia adalah seorang rekan peneliti di Nagoya University. Pada tahun 1992, Ia pindah ke Universitas Meijo, di sana ia menjadi asisten profesor. Dari tahun 1998 sampai 2002 Ia adalah seorang profesor. Pada tahun 2010, ia pindah ke Graduate School of Engineering, Nagoya University.
Dia bergabung dengan tim Profesor Isamu Akasaki pada tahun 1982 sebagai seorang mahasiswa sarjana. Sejak itu, ia telah melakukan penelitian terhadap pertumbuhan, karakterisasi dan aplikasi perangkat kelompok III semikonduktor nitrida, yang dikenal sebagai bahan yang digunakan dalam dioda biru pemancar cahaya. Pada tahun 1985, ia mengembangkan suhu rendah yang menyimpan lapisan penyangga untuk pertumbuhan kelompok III film nitrida semikonduktor pada substrat safir, yang menyebabkan realisasi kelompok-III-nitrida semikonduktor berbasis dioda pemancar cahaya dan dioda laser. Pada tahun 1989, ia berhasil mengemangkan tipe-p GaN dan fabrikasi pn-junction-jenis berbasis GaN UV / biru light-emitting diode untuk pertama kalinya di dunia. 

sumber :http://blogpenemu.blogspot.com/2014/10/biografi-hiroshi-amano-penemu-led-light-Emitting-Diodes-warna-biru-yang-efisien.html

Bapak Fiber Optik

First, it was Jagadish Chandra Bose at the turn of the century, who was the first to demonstrate wireless signaling in 1895. Later, he even created a radio wave receiver called the 'coherer' from iron and mercury. Though he showed no interest in patenting it, Bose demonstrated his inventions in Kolkata and London. 
Sir Neville Mott, who won the Nobel Prize for Physics in 1978, in fact commented that Bose had foreseen the 'n' and 'p' type semiconductors, and was 'sixty years ahead of his time.' However, the Nobel Prize in Physics for wireless communication was awarded to Guglielmo Marconi in 1909, 14 years after Bose had demonstrated the possibility. Then came Satyendranath Bose, who sent a paper on the statistics of quanta of light–photons to Albert Einstein. Einstein supported the paper and got it published in Zeitschrift der Physik in 1924, and that in turn gave birth to the now famous Bose-Einstein statistics and the term 'Bosons' for all those elementary particles that follow it.Even though three Nobel Prizes have been awarded for works based on Bose statistics, the originator of the idea was never awarded one. Moving on, G N Ramachandran deserved a Nobel for his work on bio-molecular structures in general and, more particularly, the triple helical structure of collagen. E C George Sudarshan produced pioneering contributions to Quantum Optics and coherence, but his work was ignored, and Roy Glauber was awarded the Physics Nobel in 2005 for the same work.

And so to this week: The press release issued by The Royal Swedish Academy of Sciences on the Nobel Prize for Physics for 2009 says 'one half' of the prize has been awarded to Charles K Kao 'for groundbreaking achievements concerning the transmission of light in fibers for optical communication.' What the Academy omitted to note was that Moga, Punjab-born Narinder Singh Kapany, widely considered the Father of Fibre Optics, and, in this capacity, featured in a 1999 Fortune magazine article on the 'Unsung Heroes of the 20th Century', had far the stronger claim. Charles Kao in a 1996 paper put forward the idea of using glass fibres for communication using light; he tirelessly evangelised it and fully deserves a share of the Prize. However, the fact remains that it was Kapany who first demonstrated successfully that light can be transmitted through bent glass fibres during his doctoral work at the Imperial College of Science in London in the early fifties, and published the findings in a paper in Nature in 1954. Since then, Kapany irelessly developed applications of fibre optics for endoscopy during the fifties and later coined the term Fibre Optics in an article in Scientific American in 1960. His body of work provided the basis for the developments of any and all applications in communications.
In a book published in 2003 by Rupa & Co titled Sand to Silicon: The Amazing Story of Digital Technology, I had written of the respective contributions of Kapany and Kao to the field of Fiber Optics. A relevant excerpt (pages: 154-159): Very few Indians know that an Indian, Narinder Singh Kapany, a pioneer in the field, coined the term (Fibre Optics) in 1960. We will come to his story later on, but before that let us look at what fibre optics is. It all started with queries like: Can we channel light through a curved path, even though we know that light travels in a straight line?' Why is that important? Well, suppose you want to examine an internal organ of the human body for diagnostic or surgical purposes. You would need a flexible pipe carrying light. Similarly, if you want to communicate by using light signals, you cannot send light through the air for long distances; you need a flexible cable carrying light over such distances.'The periscopes we made as class projects when we were in school, using cardboard tubes and pieces of mirror, are actually devices to bend light. Bending light at right angles as in a periscope was simple. Bending light along a smooth curve is not so easy. But it can be done, and that is what is done in optic fibre cables.''For centuries people have built canals or viaducts to direct water for irrigation or domestic use. These channels achieve maximum effect if the walls or embankments do not leak.' 'Similarly, if we have a pipe whose insides are coated with a reflecting material, then photons or waves can be directed along easily without getting absorbed by the wall material.'
'A light wave gets reflected millions of times inside such a pipe (the number depending on the length and diameter of the pipe and the narrowness of the light beam).'
'This creates the biggest problem for pipes carrying light. Even if we can get coatings with 99.99 per cent reflectivity, the tiny 'leakage' of 0.01 per cent on each reflection can result in a near-zero signal after 10,000 reflections.''Here a phenomenon called total internal reflection comes to the rescue. If we send a light beam from water into air, it behaves peculiarly as we increase the angle between the incident ray and the perpendicular.'
'We reach a point when any increase in the angle of incidence results in the light not leaving the water and, instead, getting reflected back entirely. This phenomenon is called total internal reflection.'
'Any surface, however finely polished, absorbs some light, and hence repeated reflections weaken a beam.'
'But total internal reflection is a hundred per cent, which means that if we make a piece of glass as non-absorbent as possible, and if we use total internal reflection, we can carry a beam of light over long distances inside a strand of glass.'
'This is the principle used in fibre optics.'
'The idea is not new. In the 1840s, Swiss physicist Daniel Collandon and French physicist Jacques Babinet showed that light could be guided along jets of water.'
'British physicist John Tyndall popularised the idea further through his public demonstrations in 1854, guiding light in a jet of water flowing from a tank.'
'Since then this method has been commonly used in water fountains. If we keep sources of light that change their colour periodically at the fountainhead, it appears as if differently coloured water is springing out of the fountain.'
'Later many scientists conceived of bent quartz rods carrying light, and even patented some of these inventions. But it took a long time for these ideas to be converted into commercially viable products. One of the main hurdles was the considerable absorption of light inside glass rods.'
'Narinder Singh Kapany recounted to the author, "When I was a high school student at Dehradun in the beautiful foothills of the Himalayas, it occurred to me that light need not travel in a straight line, that it could be bent. I carried the idea to college. Actually it was not an idea but the statement of a problem. When I worked in the ordnance factory in Dehradun after my graduation, I tried using right-angled prisms to bend light.'
'However, when I went to London to study at the Imperial College and started working on my thesis, my advisor, Dr Hopkins, suggested that I try glass cylinders instead of prisms. So I thought of a bundle of thin glass fibres, which could be bent easily. Initially my primary interest was to use them in medical instruments for looking inside the human body. The broad potential of optic fibres did not dawn on me till 1955. It was then that I coined the term fibre optics."'
'Kapany and others were trying to use a glass fibre as a light pipe or, technically speaking, a 'dielectric wave guide'. But drawing a fibre of optical quality, free from impurities, was not an easy job. Kapany went to the Pilkington Glass Company, which manufactured glass fibre for non-optical purposes. For the company, the optical quality of the glass was not important.'
'"I took some optical glass and requested them to draw fiber from that," says Kapany. "I also told them that I was going to use it to transmit light. They were perplexed, but humoured me."'
'A few months later Pilkington sent spools of fibre made of green glass, which is used to make beer bottles. "They had ignored the optical glass I had given them. I spent months making bundles of fibre from what they had supplied and trying to transmit light through them, but no light came out. That was because it was not optical glass. So I had to cut the bundle to short lengths and then use a bright carbon arc source."'
'Kapany was confronted with another problem. A naked glass fibre did not guide the light well. Due to surface defects, more light was leaking out than he had expected. To transmit a large image he would have needed a bundle of fibres containing several hundred strands; but contact between adjacent fibers led to loss of image resolution.'
'Several people then suggested the idea of cladding the fibre. Cladding, when made of glass of a lower refractive index than the core, reduced leakages and also prevented damage to the core. Finally, Kapany was successful; he and Hopkins published the results in 1954 in the British journal Nature.'
'Kapany then migrated to the US and worked further in fibre optics while teaching at Rochester and the Illinois Institute of Technology. In 1960, with the invention of lasers, a new chapter opened in applied physics. From 1955 to 1965 Kapany was the lead author of dozens of technical and popular papers on the subject. His writings spread the gospel of fibre optics, casting him as a pioneer in the field.'
'His popular article on fibre optics in Scientific American in 1960 finally established the new term (fibre optics); the article constitutes a reference point for the subject even today. In November 1999, Fortune magazine published profiles of seven people who have greatly influenced life in the twentieth century but are unsung heroes. Kapany was one of them.'
'If we go back into the history of modern communications involving electrical impulses, we find that Alexander Graham Bell patented an optical telephone system in 1880. He called this a 'photophone'. Bell converted speech into electrical impulses, which he converted into light flashes.'
'A photosensitive receiver converted the signals back into electrical impulses, which were then converted into speech. But the atmosphere does not transmit light as reliably as wires do; there is heavy atmospheric absorption, which can get worse with fog, rain and other impediments.'
'As there were no strong and directional light sources like lasers at that time, optical communications went into hibernation. Bell's earlier invention, the telephone, proved far more practical. If Bell yearned to send signals through the air, far ahead of his time, we cannot blame him; after all, it's such a pain digging and laying cables.'
'In the 1950s, as telephone networks spread, telecommunications engineers sought more transmission bandwidth. Light, as a carrying medium, promised the maximum bandwidth. Naturally, optic fibres attracted attention. But the loss of intensity of the signal was as high as a decibel per metre.'
'This was fine for looking inside the body, but communications operated over much longer distances and could not tolerate losses of more than ten to twenty decibels per kilometre. Now what do decibels have to do with it? Why is signal loss per kilometre measured in decibels?'
'The human ear is sensitive to sound on a logarithmic scale; that is why the decibel scale came into being in audio engineering, in the first place.'
'If a signal gets reduced to half its strength over one kilometre because of absorption, after two kilometres it will become a fourth of its original strength. That is why communication engineers use the decibel scale to describe signal attenuation in cables.'
'In the early 1969s signal loss in glass fiber was one decibel per metre, which meant that after traversing ten metres of the fiber the signal was reduced to a tenth of its original strength.'
'After twenty metres the signal was a mere hundredth its original strength. As you can imagine, after traversing a kilometre no perceptible signal was left.'
'A small team at the Standard Telecommunications Laboratories in the UK was not put off by this drawback. This group was headed by Antoni Karbowiak, and later by a young Shanghai-born engineer, Charles Kao.'
'Kao studied the problem carefully and worked out a proposal for long-distance communications through glass fibres. He presented a paper at a London meeting of the Institution of Electrical Engineers in 1966, pointing out that the optic fibre of those days had an information-carrying capacity of one GHz, or an equivalent of 200 TV channels, or more than 200,000 telephone channels.'
'Although the best available low-loss material then showed a loss of about 1,000 decibels/kilometre (dB/km), he claimed that materials with losses of just 10 to 20 dB/km would eventually be developed.'
'With Kao almost evangelistically promoting the prospects of fibre communications, and the British Post Office (the forerunner to British Telecom) showing interest in developing such a network, laboratories around the world tried to make low-loss fibre. It took four years to reach Kao's goal of 20dB/km.'
'At the Corning Glass Works (now Corning Inc), Robert Maurer, Donald Keck and Peter Schultz used fused silica to achieve the feat. The Corning breakthrough opened the door to fibre-optic communications. In the same year, Bell Labs and a team at the Ioffe Physical Institute in Leningrad (now St Petersburg) made the first semiconductor lasers, able to emit a continuous wave at room temperature.'
'Over the next several years, fibre losses dropped dramatically, aided by improved fabrication methods and by the shift to longer wavelengths where fibers have inherently lower attenuation.'
'Today's fibres are so transparent that if the Pacific Ocean, which is several kilometres deep, were to be made of this glass we could see the ocean bed!'
'Note one point here. The absorption of light in glass depends not only on the chemical composition of the glass but also on the wavelength of light that is transmitted through it. It has been found that there are three windows with very low attenuation: One is around 900 nanometres, the next at 1,300 nm and the last one at 1,550 nm.'
'Once engineers could develop lasers with those wavelengths, they were in business. This happened in the 1970s and 1980s, thanks to Herbert Kroemer's hetero-structures and many hard-working experimentalists.'
The excerpt ends here. While working on this book and particularly this chapter, I had thought that with the world now firmly ensconced in the era of communications, it wouldn't be long before Narinder Kapany's pioneering work in the field was recognised with the Nobel Prize.
Now, two years later, I find that the name of the pioneer of fibre optics has been added to a very long list of Indians who, though richly deserving of the ultimate accolade, the Nobel Prize, have been mysteriously passed over by the august members of the Royal Swedish Academy of Sciences. 

sumber: http://www.rediff.com/news/report/how-india-missed-another-nobel-prize/20091008.htm